Kamis, 26 Agustus 2010

Nasionalisme Bukan Barang Jadi

SEBERAPA kuat, sih, militer Indonesia jika dibanding negara-negara lainnya di dunia? Jawaban dari pertanyaan tersebut ternyata sangat mengejutkan. Paling tidak jika kita merujuknya pada pemeringkatan yang dilakukan situs www.globalfirepower.com, sebuah situs pribadi yang kini banyak sekali diakses karena secara rutin menganalisa kekuatan militer setiap negara di dunia.
Pada world military strength ranking terakhir berdasar data yang di-update situs tersebut, Mei 2009, Indonesia berada pada posisi 14, di bawah Italia (peringkat 13), Korea Selatan (peringkat 12) dan Israel (peringkat 11).

Australia yang kabarnya kuat di kawasan Asia Pasifik hanya menempati peringkat 26 versi Global Fire Power. Sementara Malaysia, yang dalam beberapa waktu terakhir selalu bersikap congkak, malah tak masuk hitungan, namanya tak tercantum.

Peringkat Indonesia sendiri sebenarnya sedikit melemah jika dibanding pemeringkatan sebelumnya, tahun 2007. Saat itu RI berada pada posisi ke-13 di bawah United Kindom (peringkat 10), di bawah Italia (peringkat 11), di bawah dan Korea Selatan (peringkat 12). Namun, seperti pada pemeringkatan terbaru, Australia tak masuk dalam 20 besar, apalagi Malaysia, sama sekali tak disebut-sebut.

Tak hanya itu, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) milik Indonesia yang sudah berdiri sejak April 1952 silam, ternyata juga berada pada peringkat tiga pasukan elit terbaik dunia di bawah England Special Air Service (SAS) dan Mossad Israeli yang berada pada posisi pertama dan kedua. Pasukan khusus Rusia dan Prancis yang terkenal juga bahkan tak bisa menandingi Kopassus). Pasukan khusus Malaysia? Lagi-lagi tak disebut-sebut.

Itu sebabnya, barangkali, bahwa akademi militer di Indonesia kemudian menjadi salah satu tujuan favorit pendidikan militer dunia yang sering dituju oleh para perwira dari negara lain untuk mengikuti pelatihan kemiliteran.

Hampir 80 persen negara-negara di Afrika juga menggunakan jasa pasukan khusus dari Indonesia untuk melatih pasukan perang mereka di Afrika. Sementara buku yang berjudul "Strategy of Guerrilla Warfare" karangan Jenderal AH Nasution yang berisi tentang taktik dan strategi perang gerilya terus menjadi rujukan pengajaran militer utama di negara-negara di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat.

Di bidang persenjataan, Indonesia juga patut berbangga hati karena PT Pindad yang merupakan pabrik persenjataan militer milik Indonesia mulai dipercaya memasok peluru dan tank ke negara- negara berkembang, seperti Filipina, Malaysia, dan lain-lain. Militer Amerika Serikat bahkan kabarnya membeli pasokan peluru dari Pindad. Sementara helikopter tempur jenis EC 725/225 buatan PT Dirgantara Indonesia ternyata juga dipesan negara-negara Eropa, termasuk Prancis.

Dengan semua fakta di atas, memang menjadi sedikit mengherankan jika dalam satu dekade terakhir negara tetangga Malaysia begitu percaya dirinya. Termasuk saat menangkap tiga pejabat RI di wilayah Indonesia karena menangkap basah nelayan Malaysia yang mencuri ikan, belum lama ini. Padahal, sekali lagi, kekuatan militer Malaysia bahkan tak masuk hitungan. Tapi, pertanyaannya, maukah kita berangkat perang jika negara kita memintanya sekarang?

(Nasionalisme bukan barang jadi yang begitu saja bisa diminta, tapi harus dipupuk, dirawat, terus diperjuangkan).