Informasi dari Mendiknas yang mengatakan bahwa gaji guru minimal 2 juta rupiah per bulan membuat guru di Indonesia semakin tersenyum. Tapi senyum itu hanya berlaku bagi guru-guru negeri (baca PNS), tidak untuk guru-guru swasta (baca honorer). Memang akhir-akhir ini kebijakan pemerintah terhadap guru cenderung semakin baik. Salah satunya dengan disahkannya Undang-undang Guru dan Dosen dan Anggaran Pendidikan yang sudah mencapai 20% (termasuk gaji guru PNS, yang sebelumnya memiliki anggaran terpisah). Belum lagi implikasi dari UU Guru dan Dosen yaitu adanya berbagai tunjangan diantaranya tunjangan fungsional dan tunjangan profesi. Dengan diterapkannya kebijakan tersebut , penghasilan guru golongan tertentu (tinggi) dapat mencapai 6 jutaan per bulan. Fantastis memang gaji seorang guru yang dahulu merupakan profesi yang diannggap sebelah mata.
Angka-angka fantastis dan kebijakan-kebijakan tersebut hanya semakin menampakkan jurang perbedaan (penghasilan) yang semakin lebar antara guru PNS dan honorer, setidaknya sampai saat ini. Kebijakan pemerintah terhadap guru berkaitan dengan peningkatan kesejateraan guru ternyata lebih kepada guru-guru yang diangkatnya saja (guru PNS). Niat baik pemerintah terhadap semua guru (baik PNS maupun Honorer) seperti pemberlakuan persyaratan profesionalitas guru dengan mengharuskan sertifikasi kepada semua guru untuk mendapatkan tunjangan profesi pun terkesan menyulitkan bagi guru honorer. Di beberapa daerah, pada sekolah-sekolah negeri pendaftaran sertifikasi lebih diutamakan untuk guru-guru PNS dibanding guru honorer walaupun kelayakan persyaratan pendaftaran sama.
Setidaknya ada beberapa poin perbedaan guru PNS dan Honorer:
1. Tugas
Guru PNS memiliki tugas mengajar yang spesifik sesuai SK yang diterimanya. Sedangkan guru honorer pleksibel, seringkali merangkap karena harus mengganti tugas ngajar guru-guru PNS yang berhalangan.
2. Gaji
Guru PNS memiliki gaji (berikut tunjangan-tunjangan) tetap dari pemerintah yang setiap tahun cenderung naik plus gaji ke 13 yang tidak ada pada guru honorer. Belum lagi ada uang kesejahteraan yang diberikan dari sekolah (untuk tugas yang mana?). Sedangkan guru honorer hanya digaji (diberi honor) dari sekolah yang nilainya terkadang fluktuatif dan harus menyesuaikan dengan anggaran dan pendapatan sekolah.
3. Jaminan Masa Tugas
Bagi guru PNS tidak ada kata PHK . Jika tidak tersangkut masalah-masalah berat guru PNS dapat bertugas sampai pensiun. Sedangkan guru honorer tidak memiliki jaminan untuk terus bertahan di sebuah sekolah. Jika sekolah mengalami masalah keuangan atau terlalu vokal terhadap sekolah, sewaktu-waktu guru honorer harus siap dipaksa berpamitan dari tugasnya.
Jika pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan guru secara merata baik PNS maupun honorer, seharusnya melakukan langkah-langkah:
1. Memberikan semacam gaji untuk guru honorer walaupun nilainya tidak sama dengan PNS. Program sertifikasi guru dengan tunjangan professionalnya yang menurut pemerintah ditujukan kearah itu, berjalan sangat lamban dan memberatkan dengan syarat-syarat yang sangat banyak, membuat guru honorer harus mau lebih lama menunggu untuk menjadi sedikit lebih sejahtera.
2. Mengalihkan gaji ke 13 seluruh PNS kepada guru honorer. Jika gaji ke 13 PNS dari seluruh instansi dikumpulkan dan kemudian dialihkan ke guru honorer, mungkin senyum guru honorer akan semakin berkembang.
Baik guru PNS maupun honorer memiliki harapan supaya pemerintah senantiasa memberikan kebijakan-kebijakan yang mendukung pada dunia pendidikan (di samping bidang lain) dan perhatiannya kepada kesejahteraan personal (guru) yang ada di dalamnya. Semoga saja.